BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ilmu farmasi adalah suatu disiplin ilmu
kesehatan yang memepelajari tentang bagaimana cara
membuat, mencampur, meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi,
menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat
beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Dalam ilmu farmasi kita juga mempelajari sedian-sedian obat baik itu dalam
bentuk pulvis, pulveres, kaspul, tablet, kaplet,galenika,salep dan lainnya.
Setiap sediaan itu memiliki ciri khas tersendiri baik itu cara pembuatan, cara
penyimpanan, dan lain sebagainya. Salah satu contoh sediaan farmasi yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sediaan galenika.
Sediaan galenik adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku dari
hewan atau tumbuh-tumbuhan yang disari. Zat-zat yang tersari terdapat dalam
sel-sel bagian tumbuh-tumbuhan yang
umumnya dalam keadaan kering.
Dalam dunia masa kini ,
kesehatan menjadi hal utama yang sangat diperhatikan khususnya bagi negara
berkembang. Oleh karena itu pengetahuan akan obat-obatan juga sangat
diperhatikan dan mejadi sangat penting. Di era sekarang para pakar semakin giat
bekerja keras dalam menemukan obat, khususnya obat-obat yang bersifat natural
atau berasal dari bahan alam, salah satu ilmu yang dugunakan untuk memecahkan
masalah ini adalah ilmu galenika, oleh sebab itu ilmu galenika wajib dipelajari
khususnya untuk seorang yang bergelut di bidang farmasi,dan makalah ini akan membahas hal-hal yang
berhubungan dengan ilmu galenika dan contoh-contoh sediaan, cara pembuatannya
sedetail mungkin.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan galenika?
2. Apa itu sediaan galenika?
3. Apa itu penyarian dan tujuan penyariannya?
4. Apa saja cairan-cairan yang digunakan dalam proses
penyarian dan bagaimana cara penyarian ?
5. Bagaimana
penggolongan galenika?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Menjelaskan sejarah perkembangan galenika?
2. Menjelaskan pengertian sediaan galenika?
3. Menjelaskan pengertian penyarian dan tujuan
penyariannya?
4. Menjelaskan cairan-cairan yang digunakan dalam proses
penyarian dan cara penyarian?
5. Menjelaskan penggolongan galenika
1.4 Manfaat
Penulisan
1. Mengetahui sejarah perkembangan galenika
2. Mengetahui apa itu sediaan galenika
3. Mengetahui apa itu penyarian dan tujuan penyarian
4. Mengetahui cairan-cairan yang digunakan dalam proses
penyarian dan bagaimana cara penyarian
5. Mengetahui penggolongan galenika
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Galenika
Istilah galenika
berasal dari nama seorang tabib Yunani yaitu Claudeus Galenus ( Galen ) yang
membuat sediaan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dan hewan sehingga
muncullah ilmu obat-obatan yang dinamakan galenika .Dia adalah pengarang yang memiliki
karya paling banyak di jamannya maupun jaman lain dan telah mendapat
penghargaan untuk 500 buku tentang kedokteran serta 250 buku lainnya tentang
filsafat, hukum maupun tata bahasa. Karya tulisnya dalam ilmu kedokteran
termasuk uraian berbagai obat-obatan yang berasal dari alam dengan formula dan
cara pembuatannya. Dialah orang pertama yang memperkenalkan teknik mencampur
atau melebur masing-masing bahan. Teknik ini kemudian dikenal sebagai farmasi
Galenik.
2.2 Pengertian Sediaan Galenika
Sediaan
galenik adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku dari hewan atau
tumbuh-tumbuhan yang disari. Zat-zat yang tersari terdapat dalam sel-sel bagian tumbuh-tumbuhan yang umumnya dalam keadaan kering. (Ilmu Meracik Obat,
Moh. Anief hlm. 167)
Ilmu galenika
adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat )obat dengan
cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan) (Ilmu Resep, Drs.
H.A.Syamsuni, Apt. hlm. 241)
Dalam FI Ed. III
dijelaskan bahwa extracta (ekstrak) adalah sediaan kering,kental atau cair
dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok,
diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus
menjadi serbuk.
Pembuatan
sediaan galenik secara umum dan singkat
adalah sebagai berikut
·
Bagian tumbuhan yang
mengandung obat diolah menjadi simplisia atau bahan obat nabati
·
Dari simplisia
tersebut bahan obat yang terdapat
didalamnya diambil dan diolah menjadi bentuk sediaan atau preparat.
Tujuan dibuatnya
sediaan galenik, yaitu
1.
Untuk memisahkan
obat-obatan yang terkandung dalam simplisia dari bagian lain yang dianggap
tidak bermanfaat.
2.
Membuat suatu sediaan
yang sederhana dan mudah dipakai.
3.
Agar obat yang
terkandung dalam sediaan tersebut stabil pada penyimpanan yang lama
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan galenik
1.
Derajat Kehalusan
Derajat
kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau setidaknya obat yang
terkandung tersebut disari. Semakin sukar disari, simplisia harus dibuat
semakin halus, dan sebaliknya jika simpliia tersebut mudah disari maka tidak
harus dibuat sehalus.
2.
Konsentrasi atau
kepekatan
Beberapa
obat yang terkandung atau zat aktif dalam sediaan tersebut harus jelas
konsentrasinya agar tidak menimbulkan kesulitan dalam pembuatan
3.
Suhu dan lamanya waktu
Suhu
dan lamanya waktu penyarian yang dilakukan harus disesuaikan dengan sifat obat,
mudah menguap atau tidak, mudah terssari atau tidak.
4.
Bahan penyari dan cara
penyarian
Cara
ini harus disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan daya serap bahan penyari
kedalam simplisia.
Bentuk –bentuk sediaan galenika
·
Hasil penarikan : extracta, tinctura, decota/infus.
·
Hasil penyaringan atau
pemerasan :aqua aromatika, olea volatilia (minyak mudah menguap), olea pinguia
(minyak lemak).
·
Sirop
2.3 Penyarian
Penarikan
(Extraction)
Berasal dari kata “extrahere”, “to draw out”, menarik
sari, yakni suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal.
Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat dapat ditarik, namun khasiatnya tidak
berubah.
Dalam kefarmasiaan, istilah ini
terutama hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan asal dengan
mempergunakan cairan penarik atau pelarut.
Cairan penarik
yang dipergunakan disebut “menstrum”, ampasnya
disebut “marc” atau “faeces”
Cairan yang dipisahkan
dari ampas tersebut merupakan suatu larutan yang disebut “macerate liquid” atau “colatura”.
Cairan yang didapat secara perkolasi disebut “perkolat” dan zat-zat yang terlarut di dalam cairan penarik
tersebut disebut “extractive” .
Umumnya ekstrasi
dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat yang berkhasiat atau zat-zat
lain untuk keperluan tertentu. Simplisia (hewan,tumbuhan) mengandung
bermacam-macam zat atau senyawa tunggal, sebagian mengandung khasiat
pengobatan, misalnya bermacam-macam alkaloid,
glukosida, damar, oleoresin, minyak atsiri, lemak dan sebainya. Di samping
itu, terdapat juga jenis-jenis gula, zat
pati, zat lendir , albumin, protein, pektin, selulosa, dan lain-lain.
Umunya memiliki daya larut dalam cairan pelarut tertentu, dan sifat - sifat
kelarutan ini dimanfaatkan dalam ekstraksi.
Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan
atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (concentrate) dari zat-zat yang tidak berfaedah, agar lebih
mudah dipergunakan (kemudahan diabsorpsi, rasa pemakaian, dan lain-lain) dan
disimpan dibandingkan simplisia asal, dan tujuan pengobatannya lebih terjamin.
Karena pada umumnya zat-zat berkhasiat dalam simplisia terdapat dalam keadaan tercampur, diperlukan
cara penarikan dan cairan penarik tertentu (tunggal/campuran) yang kelak dapat
menghasilkan bermacam-macam preparat galenik sesuai dengan pengolahannya,
misalnya infusa, decosta, macerata, tinctura, resin, dll. Suhu penarikan juga
sangat mempengaruhi hasil penarikan.
Suhu penarikan
untuk:
Maserer/maserasi..................................................50-250
Digerer/digerasi...................................................350-450
Infunder/infundasi...............................................900-980
Memasak..................................................suhu
mendidih
Dalam beberapa hal, sebelum preparat
yang dimaksud dibuat,simplisia perlu diolah terlebih dahulu, misalnya dengan
mengawalemakkannya (strychnin, secale cornutum) atau dihilangkan zat pahitnya
(lichen islandicus), atau dengan cara lain, agar zat-zat yang tidak berguna
atau merusak tidak ikut tertarik bersama-sama dengan zat-zat berkhasiat.
Cara menghilangkan bagian simplisia
yang tidak berguna:
1.
Dengan memakai bahan
pelarut yang tepat yang dalam pelarut itu bahan berkhasiatnya mudah larut,
sedangkan yang tidak berguna hanya sedikit atau tidak larut dalam cairan
penyari tersebut.
2.
Dengan menarik atau
merendam pada suhu tertentu dimana bahan berkhasiat terbanyak larutnya.
3.
Dengan menggunakan
jarak waktu penarikan tertentu dimana bahan berkhasiat dari simplisia lebih
banyak larutnya, sedangkan bahan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut.
4.
Dengan memurnikan atau
membersihkan dengan cara-cara tertentu baik secara ilmu alam maupun ilmu kimia.
Kesimpulannya,
ekstraksi adalah memilih salah satu cara penarikan yang tepat dengan cairan
yang sesuai disertai pemisahan ampas yang hasil penarikannya akan menghasilkan
preparat galenik yang dikehendaki.
Simplisia
yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, tetapi kadang simplisia segar juga
dipergunakan. Untuk mempermuah, simplisia yang sudah kering ini dilembapkan
terlebih dahulu atau dimaserasi dalam batas waktu tertentu. Disamping itu,
simplisia dihaluskan lebih dahulu agar proses difusi zat-zat berkhasiatnya lebih
cepat dari pada jika proses difusi yang melewati dinding sel yang utuh (proses
osmosis).
Sebagai pedoman untuk derajat halus
simplisia ini, dapat diambil contoh dari farmakope “infus” yang umumnya adalah:
Folia
& flores.................................................dipotong/digunting
halus
Radicis
& corticis...........................................jika rapuh dihaluskan,
jika liat dipotong kecil-kecil.
Fructus
& semina..........................................dipecah-pecah, kecuali
lini, cydoniae, psylii
Untuk
tiap simplisia, (folia, semen, dll.), bagian-bagian yang dipakai juga biasanya
ditentukan, misalnya:
·
Papaveris fructus,
untuk penarikan air hanya dipakai bagian dinding buah.
·
Colocynthidis, dipakai
bagian daging buah (moes).
·
Cardamomi fructus, dipakai
bagian bijinya tetapi disimpan dalam keadaan masih berkulit (utuh), jika tidak,
akan cepat berjamur. Selain itu, jenis yang dipergunakan juga harus diketahui.
·
Digitalis yang sudah
diketahui kekuatannya.
2.4 Cairan
Penyari dan Cara Penyarian
Cairan-Cairan Penarik
Untuk menentukan cairan penarik mana yang
dipergunakan, harus diperhitungkan betul-betul dengan memperhatikan beberapa
faktor, antara lain:
1.
Kelarutan zat-zat dalam
menstrum.
2.
Tidak merusak zat-zat
berkhasiat atau akibat-akibat lain yang tidak dikehendaki (perubahan warna,
pengendapan, terhidrolisis).
3.
Harga yang murah.
4.
Jenis preparat yang
akan dibuat.
Cairan penarik yang baik adalah yang dpat melarutkan
zat-zat berkhasiat tertentu, tetap zat-zat yang tidak berguna tidak terbawa
serta. Pada umumnya alkaloid, damar, oleoresin, dan minyak-minyak memiliki
kelarutan yang lebih baik dalam pelarut organik daripada didalam air, tetapi
sebaliknya garam-garam alkaloid, glukosida, zat-zat lendir, dan sakarida
memiliki kelarutan lebih baik dalam air.
Macam-macam cairan penarik
Air
Termasuk pelarut yang murah dan mudah digunakan
dengan pemakaian yang luas. Pada suhu kamar, air adalah pelarut yang baik untuk
berbagai zat, misalnya garam alkaloid, glukosida, sakarida, asam
tumbuh-tumbuhan, zat warna, dan garam-garam mineral. Air hangat atau mendidih
mempercepat dan memperbanyak kelarutan zat, kecuali condurangin, kalsium
hidrat, dan garam glauber, karena kemungkinan zat-zat yang tertarik akan
mengendap (sebagian) jika cairan itu sudah mendingin (suhu kamar).
Keuntungan penarikan dengan air adalah bahwa
jenis-jenis gula, gom, asam tumbuh-tumbuhan, garam mineral dan zat-zat warna
yang akan tertarik atau melarut lebih dahulu dan larutan yang terjadi ini dapat
melarutkan zat-zat lain dengan lebih baik daripada oleh air saja, misalnya
damar-damar pada penarikan cascara cortex, atau sejumlah alkaloid pada
penarikan dengan air.
Air memiliki kekurangan sebagai pelarut, yaitu
karena air dapat menarik banyak zat, namun banyak diantara zat tersebut yang
merupaakan media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri, akibatnya
simplisia mengambang sedemikian rupa, sehingga mempersulit penarikan pada
perkolasi.
Pada beberapa penarikan tertentu, air tersebut
diasamkan sedikit dengan HCl, asam cukak atau asam tartrat, atau dibasakan
dengan sedikit amonia guna mempermudah penarikan zat-zat. Misalnya campuran
air-etanol-asam pada penarikan scale, air asam pada penarikan chinae, atau air
yang basa pada penarikan cascara.
Etanol
Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu,
tidak sebanyak air dalam melarutkan berbagai jenis zat, oleh karena itu lebih
baik dipakai sebagai cairan penarik unruk sediaan galenik yang mengandung zat
berkhasiat tertentu.
Umumnya etanol adalah pelarut yang baik untuk
alkaloid, glukosida, damar-damar, dan minyak atsirih, tetapi tidak untuk jenis
gom, gula, dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja,
termasuk peragian, serta menghalangi pertumbuhan jamur dan sebagian besar
bakteri sehingga disamping sebagai cairan penyari, juga berguna sebagai pengawet.
Campuran air-etanol yaitu hidroalkoholik menstrum, lebih baik daripada air
saja. Beberapa zat berkhasiat memiliki kelarutan yang hampir sama baiknya dalam
air-etanol dan dalam spiritus fort sehingga biaya produksi dengan air-etanol
akan lebih murah. Kadar alkohol dalam cairan hidroalkoholik menstrum tergantung
pada sifat zat yang akan ditarik, terkadang karena beberapa hal, kadarnya lebih
kecil dari 3%. Kadang-kadang dalam proses penarikan, masing-masing air dan
alkohol dipergunakan lebih dahulu, pertama dengan air, kemudian dengan etanol,
atau sebaliknya.
Glycerinum
Terutama dipergunakan sebagai cairan tambahan pada
cairan hidroalkoholik untuk penarikan simplisia yang mengandung zat-zat sama. Gliserin
adalah pelarut yang baik untuk tanin dan hasil-hasil oksidasinya, jenis-jenis
gom dan algumin juga larut dalam gliserin. Cairan ini tidak atsirih sehingga
tidak sesuai untuk pembuatan ekstrak-ekstrak kering, tetpi baik sekali untuk
pembuatan fluid gliserta, seperti yang dipergunakan dalam N.F.VIII, dengan
perbandingan 3 volume air dengan 1 volume gliserin.
Eter
Kebanyakan zat dalam simplisia tidak larut dalam
cairan ini, tetapi beberapa zat mempunyai kelarutan yang baik, misalnya
alkoloid basa, lemak-lemak, damar, dan minyak-minyak atsirih. Karena eter
bersifat sangat atsirih, maka disamping mempunyai efek farmakologi, cairan ini
kurang tepat digunakan sebagai menstrum sediaan galenik cair, baik untuk
pemakaian dalam maupun untuk sediaan yang nantinya disimpan lama. Ada kalanya
eter yang dipakai dicampur dengan etanol, misalnya ekstractum cubebarum.
Solvent hexane
Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan
minyak tanah kasar. Merupakan pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan
minyak-minyak. Biasanya dipergunakan hanya untuk mengawalemakkan simplisisa
yang mengandung lemak-lemak yang tidk diperlukan sebelum simplisia tersebut
dibuat sediaan galeniknya, misalnya strychnin, secale (NF IX).
Aseton
Juga tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat
dalam. Merupakan pelarut yang baik untuk berbagai lemak, minyak atsirih, dan
damar. Baunya kurang enak dan sukar hilang dari sediaan. Pemakaian aseton
misalnya pada pembuatan capsicum oleoresina (NF IX).
Kloroform
Tidak dipergunakan untuk sediaan-dalam karena
mempunyai efek fermakologi. Merupakan pelarut yang baik untuk alkoloid basa,
damar, minyak lemak, dan minyak atsirih. Air-kloroform dipergunakan untuk
pembuatan ekstractum secalis cornuti (Ph. Belanda V).
Cara-cara
penarikan
Sesuai dengan alat yang dipergunakan, cara penarikan
ini dapat dibagi dalam 2 tipe, yaitu Maserasi dan Perkolasi. Kedua tipe ini,
dalam pembuatannya terperinci dalam cara-car tertentu, misalnya maserasi
(maserer), perkolasi (perkoler), decoct, dan digerasi(digerer).
a.
Maserasi
Maserasi berasal
dari kata “Macerare” artinya melunakan. Maserata adalah hasil penarikan
simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan
simplisia dengan merendam simplisia
tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa ataupun memakai pemanasan. Ph.
Belanda VI menetapkan suhunya 15˚-25˚. Maserasi juga merupakan proses
pendahuluan untuk pembuatan secara perkolasi. Beberapa simplisia harus
dimaserasi, tergantung pada keadaannya, biasanya ditentukan pada tiap pembuatan
sediaan. Jika tidak ada ketentuan lain, biasanya setangah sampai dua jam,
sedangkan menurut Ph. Belanda VI untuk pembuatan ekstrak atau tingtur addalah
selama 5 hari.
Cara pembuatan
maserata secara umum
Sesuai dengan
derajat kehalusannya, simplisia dimasukan kedalam wadah tertutup atau botol
bermulut lebar bersama cairan penyari, yang jumlahnya biasanya dilebihkan dari
maserat yang diminta selama waktu yang ditetapkan, dengan sering-sering diaduk,
kemudian dikoler (diperkolasi) atau disaring.
Umumnya cara
maserasi tidak dipergunakan pada pembuatan sediaan galenik yang pekat seperti
ekstrak karena tidak mungkin tertarik sampai habis, meskipun ampasnya sudah
diperas. Oleh sebab itu, maserasi hanya digunakan pada pembuatan sediaan
galenik yang tidak pekat atau sebagai pengolahan pendahuluan pada pembuatan
secara perkolasi.
b.
Digerasi
Digerer berarti
“memisahkan atau melarutkan”, yaitu suatu cara penarikan yang suhunya sedikit
lebih tinggi dari pada maserasi. Ph. Belanda VI menetapkan suhunya adalah
35˚-45˚C, sedangkan USP 40˚-60˚C. waktu yang diperlukan pada digerasi lebih
lama dari pada waktu untuk menginfundasi. Contoh preparat misalnya aqua laurocerasi (Ph. Belanda VI), charta epispastica(C.M.N), dan yoghurt.
Cara digerasi ini sudah jarang digunakan karena selain membutuhkan alat-alat
tertentu, juga karena faktor suhu dan pemakaian air sebagai cairan penarik yang
mengakibatkan sediaan cepat rusak.
c.
Perkolasi
Percolare
berasal dari kata “colare” = to strain, artinya menyerkai dan “per” = through,
artinya menembus. Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara penarikan
memakai alat yang disebut perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan
penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara
beraturan sampai memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Cara perkolasi ini
umunya digunakan untuk pembuatan sediaan galenik yang pekat, eksrak, ekstrak
cair, oleoresin, dan resin. Pada proses penarikan ini, cairan penyari akan
turun perlahan-lahan dari atas melalui simplisia (berlainan dengan maserasi
yang cairannya tidak mengalir). Perkolasi dengan tekanan maksudnya adalah
cairan penyari “diisap” keluar dengan memakai alat yang disebut diacolator.
Cara-cara
perkolasi
1.
Perkolasi biasa
2.
Perkolasi bertingkat
(repercolasi,fractional percolation)
3.
Perkolasi
bertekanan (pressure percolation)
4.
Perkolasi
sinambung (continuous extraction ) memakai alat soxhlet.
Beberapa hal yang harus
di perhatikan pada saat perkolasi:
1.
Mempersiapakan
simplisia: derajat kehalusannya
2.
Melembabkan
dengan cairan penyari: mesarasi pertama
3.
Jenis percolator
yang digunakan dan mempersiapkan
4.
Cara memasukan
kedalam percolator dan lamanya dimaserasi dalam percolator: maserasi ke-2
5.
Pengaturan
penetesan cairan yang keluar dalam jangka waktu yang di tetapkan.
d.
Percolasi biasa
Simplisia yang telah di
tentukan derajat kehalusannya direndang dengan cairan penyari ,masukan kedalam
percolator, dan diperkolasi sampai di dapat perkolat
tertentu. Untuk pembuatan tingtur, simplisia disaring sampai diperoleh bagian
tertentu untuk extrac cair,simplisia disari sampai tersari sempurna. Perkolasi
umumnya digunakan untuk pengambilan zat-zat yang berkhasiat keras.
e.
Perkolasi
bertingkat / reperkolasi
Reperkolasi
adalah suatu cara perkolasi biasa ,tetapi dalam prosesnya di pakai beberapa
percolator. Dengan sendirinya simplisia dibagi-bagi dalam beberapa bagian dan
di tarik secara tersendiri dalam tiap percolator. Biasanya simplisia dibagi
dalam tiga bagian dalam tiga percolator,perkolat-perkolat dari tiap perkolat di
ambil dalam jumlah yang sudah di tetapkan dan nantinya di pergunahkan sebagai
cairan penyari untuk perkolasi berikutnya pada percolator yang ke-2 dan ke-3.
Cara kerja
1.
Isi percolator
pertama ,simplisia di lembapkan dan di tarik seperti cara perkolasi biasa,
tetapi perkolarnya di tentukan dalam beberapa bagian dan jumlah volume tertentu,
misalnya 200 ml , 300 ml, 300 ml,300 ml,300 ml,300 ml. bagian yang pertama
,percolar A(200 ml ), adalah sebagian sediaan yang diminta dan perkolat
selanjutnya dalam susulan pertama.
2.
Pada percolator
ke-2,simplisia di lembabkan dengan perkolat A(susulan pertama,kemudian akan
diperoleh perkolat-perkolat dalam jumlah –jumlah dan volume tertentu , dengan
catatan perkolat ini nantinya terdapat 300 ml, 200 ml, 200 ml, 200 ml, 200 ml,
200 ml, bagian pertama perkolat (300 ml) adalah sebagian dari sediaan.
3.
Percolator ke-3
di olah seperti ke-2 dengan percolator B bagian ke-2 200 ml dan seterusnya
sampai terdapat nantinya sebanyak 500 ml. terlihat di sini bahwa perkolat A
bagian pertama volumenya lebih kecil dari pada perkolat B bagian yang pertama ,
tetapi sebaliknya bagian-bagian berikutnya dari perkolat A volumenya lebih
besar dari pada perkolat-perkolat B . hasilnya ialah :
·
Perkolat A
pertama 200 ml
·
Perkolat B
pertama 300 ml jumlah 1000 ml.
·
Perkolat C
pertama 500 ml
Keuntungan pertama reperkolasi ialah preparat
terdapat dalam bentuk pekat dan ini berarti penghematan menstrum. Tetapi
reperkolasi ini tidak dapat di pergunahkan untuk extaksi sampai habis. Secara
resmi reperkolasi di pergunakan hanya untuk pembuatan ekstrak-ekstrak cair yang
simplisianya mengandung zat berkhasiat yang tidak tahan atau rusak oleh
pemanasan.
f.
Perkolasi dengan
tekanan
Perkolasi dengan
tekanan ini hampir tidak perna di pergunakan pada pembuatan resmi sediaan .
Alatnya disebut diakolator misalnya dari Bredding
Cara ini di
gunakan jika simplisia mempunyai derajat halus yang sangat kecil sehingga cara
perkolasi biasa tidak dapat di lakukan. Untuk itu perlu di tambah alat pengisap
supaya perkolat dapat turun kebawah.
g.
Perkolasi
sinambung
Sebetulnya mirip
memasak , karena pada perkolasi sinambung ini di pergunakan alat sokshlet,
dengan cairan penyari sedikit saja penyarian dapat berlangsung sempurna.
Dapat di gunakan
untuk simplisia yang zat khasiatnya tahan pemanasan atau dengan pemakaian
pelarut yang sangat atsiri,misalnya eter ,juga pembuatan Tingtur Succini Ph.
Belanda V.
2.5
Penggolongan Galenika
1. Tingtur
(Tinctura)
Menurut FI IV tingtur adalah larutan mengandung
etanol atau hidroakohol yang
terbuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
Jumlah
obat dalam tingtur tidak selalu seragam , tetapi berfariasi sesuai dengan masi
g-masing standar yang telah ditetapkan. Secara tradisional, tingtur dari
tumbuhan berkasiat obat menunjukan aktifitas 10 g obat dalam tiap 100 ml
tingtur. Potensi di tetapkan setelah dilakukan penetapan kadar . sebagian besar
tingtur tumbuhan lain mengandung 20 g bahan tumbuha dalam tiap 100 ml tingtur.
Cara pembuatan
·
Cara Perkolasi
Campur dengan
hati-hati serbuk bahan obat atau campuran bahan obat dengan pelarut atau
campuaran pelarut tertentu secukupnya hingga rata dan cukup basa , biarkan
selama 15 menit. Pindahkan kedalam percolator yang sesuai dan mampatkan.
Tuangkan pelarut atau campuran pelarut tertentu secukupnya sampai terendam
seluruhnya, tutup bagian atas percolator, dan jika cairan sudah hampir menetes
dari percolator, tutup lubang bawah. Perkolasi dilakukan selama 24 jam atau
sesuai dengan waktu yang terterah pada monografi. Jika penetapan kadar tidak
dinyatakan lain, lakukan perkolasi secara berlahan ,atau pada kecepatan yg
telah di tentukan, dan secara betahap tambahkan pelarut atau campuran pelarut
secukupnya hingga di peroleh 1000 ml tingtur.
Untuk menetapkan
kecepatan aliran , lakukan seperti yang terterah pada ekstrak dan ekstrak cair.
Jika penetapan kadarnya dinyatakan kumpulkan 950 ml perkolat dan campur
tetapkan kadar terhadap sebagian perkolat seperti yang dinyatakan . untuk
memperoleh tingtur yang memenuhi syarat baku , perlu pengenceran sisa tingtur
dengan sejumlah pelarut atau campuran pelarut tertentu yang telah dihitung dari
penetapan kadar.
·
Cara Maserasi
Maserasi bahan
obat dengan 750ml pelarut atau campuran pelarut tertentu dalam wadah yang dapat
ditutup, letakkan ditempat hangat. Diamkan selama 3 hari sambil dikocok
sesekali atau hingga terlarut. Pindahkan campuran kedalam penyaring, dan jika
sebagian besar cairan telah mengalir keluar, cuci residu pada penyaring dengan
sejumlah pelarut atau campuran pelarut tertentu secukupnya, kumpulkan filtrate
hingga diperoleh 1000ml tingtur.
Tingtur harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya, jauhkan dari cahaya
matahari langsung dan panas yang berlebihan.
Menurut
literature lain, tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara perkolasi
atau maserasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa
kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi.
Kecuali
dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10% untuk
zat berkhasiat keras.
Maserasi,
kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut.
a.
Masukan 20
bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana, tuangi
dengan 75 bagian cairan penyari, tutup biarkan selam 5 hari terlindung dari
cahaya sambil sering diaduk serkai peras. Cuci ampas dengan cairan penyari
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
b.
Pindahkan
kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2
hari, enap, tuangkan atau saring
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya di
tempat sejuk. Sediaan tingtur harus jernih. Untuk bahan dasar yang mengandung
harsa digunakan cairan penyari etanol 90%. Pada umumnya cairan penyari adalah
etanol 70%.
Tingtur yang mengandung harsa (damar) adalah
miratinctura, asaefoetida tincture, capsici tincture, tingtur menyan
Pembagian Tingtur
1.
Menurut cara
pembuatan
a.
Tingtur asli
adalah tingtur
yang dibuat secara maserasi atau perkolasi.
Tabel contoh
tingtur secara maserasi
Nomor
|
Nama Tingtur
|
Pustaka
|
1
|
Opii Tinctura
|
FI III
|
2
|
Valerianae Tinctura
|
FI III
|
3
|
Capsici Tinctura
|
FI II
|
4
|
Myrrhae Tinctura
|
FI II
|
5
|
Opii Aromatica Tinctura
|
FI III
|
6
|
Polygalae Tinctura
|
Ext. FI 1974
|
Tabel contoh
tingtur secara perkolasi
Nomor
|
Nama Tingtur
|
Pustaka
|
1
|
Belladonae Tinctura
|
FI III
|
2
|
Cinnamomi Tinctura
|
FI III
|
3
|
Digitalis Tinctura
|
FI II
|
4
|
Lobelia Tinctura
|
FI II
|
5
|
Strychnini Tinctura
|
FI III
|
6
|
Ipecacuanhae Tinctura
|
Ext. FI 1974
|
b.
Tingtur tidak
asli (palsu)
Adalah tingtur
yang dibuat dengan jalan melarutkan bahan dasar atau bahan kimia dalam cairan
pelarut tertentu.
Tabel contoh tingtur tidak asli
Nomor
|
Nama Tingtur
|
Pustaka
|
1
|
Iodie Tinctura
|
FI III
|
2
|
Secalis Comuti Tinctura
|
FI III
|
2.
Menurut
kekerasan (perbandingan bahan dasar dengan cairan penyari)
a.
Tingtur Keras
Adalah tingtur
yang dibuat menggunakan 10% simplisia yang berkhasiat keras.
Tabel contoh
tingtur keras
Nomor
|
Nama Tingtur
|
Pustaka
|
1
|
Belladonae Tinctura
|
FI III
|
2
|
Digitalis Tinctura
|
FI III
|
3
|
Opii Tinctura
|
FI III
|
4
|
Lobelia Tinctura
|
FI III
|
5
|
Stramonii Tinctura
|
FI III
|
6
|
Strychnin Tinctura
|
FI III
|
7
|
Ipecacuanhae Tinctura
|
Ext. FI 1974
|
b.
Tingtur Lemah
Adalah tingtur
yang dibuat menggunakan 20% simplisia yang tidak berkhasiat keras
Tabel contoh tingtur
lemah
Nomor
|
Nama Tingtur
|
Pustaka
|
1
|
Cinnamomi Tinctura
|
FI III
|
2
|
Valerianae Tinctura
|
FI III
|
3
|
Polygalae Tinctura
|
Ext. FI 1974
|
4
|
Myrrhae Tinctura
|
FI II
|
3.
Berdasarkan cairan penariknya
a.
Tinctura
aetherea,jika cairan penariknya adalah eter atau campuran eter dengan
etanol.contoh: tincture valerianae aetherea
b.
Tinctura
vinosa,jika cairan yang dipakai adalah campuran anggur dengan etanol. Contoh:
Tinctura rhei vinosa(vinum rhei).
c.
Tinctura acida, jika kedalam etanol yang
dipakai sebagai cairan penarik ditambahkan suatu asam sulfat. Contoh pada
pembuatan tinctura acida aromatica.
d.
Tincture
aquosa,jika cairan penarik yang dipakai adalah air. Contoh: tincture rhei
aquosa.
e.
Tinctura
composite,adalah tingtur yang di dapatkan jika penarikan yang dilakukan dengan
cairan penarik selain etanol,hal ini harus dinyatakan pada nama tingtur
tersebut, misalnya pada campuran simplisia,contoh: tinctura chinae composita
Contoh Sediaan Tingtur
1.
Tingtur
Kina(Chinae tinctura)
Cara pembuatan: Perkolasi 20 bagian kulit kina yang
diserbukan agak kasar(22/60) dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian
tingtur. Tetapkan kadar alkaloid,jika perlu diencerkan dengan etanol 70% hingga
memenuhi syarat. Kulit kina adalah kulit kayu kering dari cinchona pubescens
Vahl. (C.succirubra) dari family rubiaceae atau dari varietasnya atau
hibridanya. Kadar alkaloidnya tidak kurang dari 6.5%, 30-60% adalah alkaloid
golongan kuinin.
2.
Tingtur Ipeka(
Ipecacuanhae tincture)
Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (18/34)
akar ipeka dengan etanol encer,hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Akar ipeka
adalah pangkal batang dan akar kering Cephaelis acuminate Karsten atau
Cephaelis ipecacuanha Brotero A.Richard dari family rubiaceae. Mengandung
kurang dari 2.0% alkaloid total larut eter,dan berisi tidak kurang dari 90%
emetin (C29H40N2O4) dan safaelin (C28H38N2O4).
Kandungan safaelin bervariasi dari setara dengan jumlah emetin sampai tidak
lebih dari 2,5 kali jumlah emetin.
3.
Tintur Gambir (Catechu
Tintura)
Cara pembuatan: Maserasi 200 g gambir yang telah
diremukan dengan 50 g kulit kayu manis yang telah dimemarkan dengan 1000 ml
etanol 45%, biarkan selama 7 hari, serkai,jernihkan dengan penyaringan.
4.
Tingtur Poligala
(Polygalae Tinctura)
Cara pembuatan: Maserasi 20 bagian irisan halus herba
polygala dengan etanol 60% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
5.
Tingtur Ratania
(Ratanhiae Tinctura)
Cara pembuatan: Maserasi 20 bagian serbuk (6/8) akar
ratania dengan etanol 60% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
6.
Tingtur
Stramonii (Stramonii Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (8/24)
herba stramonium dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
Tetapkan kadar alkaloid, jika perlu encerkan dengan etanol 70% hingga memenuhi
persyaratan kadar, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, saring.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya,ditempat sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak
tanggal pembuatan. Pada etiket hrus tertera tanggal pembuatan.
7.
Tingtur Striknin
(Strychni Tinctura)
Cara pembuatan : Perkolasi 10 bagian serbuk(24/34)
biji striknin yang telah dihilangkan lemaknya dengan eter minyak tanah,yang
menggunakan pelarut penyari etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
Tetapkan kadar striknin, jika perlu dengan etanol 70% secukupnya hingga
memenuhi persyaratan kadar.
8.
Tingtur Kemenyan
(Benzoes Tinctura)
Cara pembuatan : larutkan 20 bagian serbuk (6/8) dalam
100 bagian etanol 90%,saring.
9.
Tingtur Loberia
(Lobeliae Tinctura)
Cara pembuatan : Perkolasi 10 bagian serbuk (6/34)
herba lobelia dengan etanol 70% secukupnya, hingga diperoleh 100 bagian
tingtur.
10. Tingtur Mira ( Myrrhae tinctura)
Cara pembuatan : Maserasi 20 bagian serbuk (24/34)
mira dengan etanol 90% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
11. Tingtur Jeruk Manis ( Aurantii Tinctura)
Cara pembuatan: 8 bagian kulit buah jeruk manis yang
telah dipotong-potong halus dimaserasi dengan etanol encer hingga diperoleh 100
bagian tingtur.
12. Tingtur Cabe (Capsici Tinctura)
Cara pembuatan : Maserasi 100 g serbuk(10/24) cabe
dengan campuran 9 bagian etanol 95% dan 1 bagian air selama 3 jam. Perkolasi
dengan cepat hingga diperoleh 1000 ml tingtur.
13. Tingtur Beladon ( Belladonnae Tinctura)
Cara pembuatan : Perkolasi 10 bagian serbuk beladon
dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar
alkaloid,atur kadar dengan penambahan etanol encer hingga memenuhi
syarat,biarkan selama tidak kurang dari 24 jam,saring.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya,ditempat sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal
pembuatan.
Herba beladon adalah daun dan pucuk bunga atau pucuk
buah yang dikeringkan dari tanaman atropa belladonnae Linne atau varietas
acuminata Royle ex Lindley dari family solanaceae, mengandung tidak kurang dari
0.35% alkaloid herba beladon.
14. Tingtur Kayu manis ( Cinnamomi Tinctura )
Cara pembutan ; Perkolasi 20 bagian serbuk(44/60)
kulit kayu manis dengan etanol encer hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
15. Tingtur Digitalis (Digitalis Tinctura)
Cara pembuatan : Perkolasi 10 bagian serbuk digitalis
dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan dan atur
potensi, jika perlu encerkan dengan etanol 70% hingga memenuhi syarat.
Daun digitalis adalah daun kering dari digitalis
purpurea Linne dari family Scrophulariaceae. Potensi 100mg daun digitalis
setara dengan tidak kurang dari satu unit. Digitalis FI jika dilakukan
penetapan kadar sesuai prosedur.
16. Tingtur Iodium (Iodii Tinctura)
Cara pembuatan : Larutkan iodin 1,8-2,2%, natrium
iodida 2,1-2,6% dalam etanol encer.
Menurut FI IV, tingtur iodin mengandung iodium, I,
tidak kurang dari 1,8% dan tidak lebih dari 2,2%, serta mengandung natrium
iodida, NaI, tidak kurang dari 2,1% dan tidak lebih dari 2,6%. Tingtur iodin
dapat dibuat dengan melarutkan 20 gram iodin P dan 24 gram natrium iodida P
dalam 500ml etanol P kemudian tambahkan air hingga 1000ml.
17. Tingtur Opium (Tinctura Opii)
Cara pembuatan : maserasi 10 bagian serbuk opium
dengan etano 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar dan atur
hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan etanol 70% secukupnya.
Opium adalah getah yang diperoleh dengan menoreh buah
papaver somniferum Linne dari famili papaveraceae yang belum masak, yang
dikeringkan atau dikeringkan sebagian melalui pemanasan atau penguapan
langsung, menjadi masa berbentuk tidak beraturan. Mengandung tidak kurang dari
9,5% morfin (C17H19NO3) dihitung sebagai
morfin anhidrat.
Serbuk opium adalah opium yang dikeringkan pada suhu
sedang, dan diserbukkan sampai halus, atau halus sedang, kemudian ditambah
serbuk laktosa yang sudah diwarnai secukupnya, dengan gula bakar, atau
tambahkan serbuk kulit ari kakao hingga mengandung 9,5% -10,5% morfin, C17H19NO3,
dihitung sebagai morfin anhidrat.
18. Tingtur Opium Wangi (Opii Tinctura Aromatica)
Cara pembuatan : maserasi campuran 1 bagian serbuk
kulit kayu manis (22/60), satu bagian serbuk (22/60) cengkeh, dan 12 bagian
serbuk opium dengan campuran etanol 90% dan air bervolume sama banyak hingga
diperoleh 100 bagian tingtur.
19. Tingtur Sekale kornutum (secalis cornuti tinctura)
Cara pembuatan : campur 1 bagian ekstrak sekale
kornutum dengan 9 bagian etanol encer.
20. Tingtur Valerian (valerianae tincture)
Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (10/22) akar
valerian dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
2.
Ekstrak (Extracta)
Menurut FI IV, ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi
bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan
cara destilasi dengan pengurangan tekanan agar bahan utama obat sesedikit
mungkin terkena panas.
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisa nabati yang
mengandung etanol sebagai pelarut, pengawet, atau kedua-duanya. Jika tidak
dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap milliliter ekstrak
mengandung bahan aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair
dapat dibuat dengan ekstrak yang sesuai. Ekstrak cair yang cenderung membentuk
endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang beningnya di
enaptuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan farmakope.
Menurut literatur lain, ekstrak adaa 3 macam yaitu
ektrak kering (siccum), kental (spissum), dan cair (liquidum), yang dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai diluar
pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi
serbuk. Cairan penyari yang dipakai adalah air, eter, serta campuran etanol dan
air.
Cara pembuatan
Penyarian
1.
Penyarian
simplisia dengan air dilakukan dengan
cara maserasi, perkolasi, atau penyeduhan dengan air mendidih.
2.
Penyarian dengan
campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi
3.
Penyarian dengan
eter dilakukan dengan cara perkolasi.
Maserasi
Lakukan maserasi menurut cara yang tertera pada
tingtur, suling atau uapkan maserat pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih
dari 50˚C hingga konsistensi yang dikehendaki.
Perkolasi
Lakukan perkolasi menurut cara yang tertera pada
tinctura. Setelah perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24jam, biarkan cairan
menetes, tuangi massa dengan cairan penyari hingga jika 500mg perkolat yang
keluar terakhir diuapkan tidak akan meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau
diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50˚C hingga dicapai
konsistensi yang dikehendaki. Pada pembuatan ekstrak cair, 0,8 bagian perkolat
pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian, kemudian
campur dengan perkolat pertama.
Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dapat
juga dilakukan dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas. Ekstrak yang
diperoleh dengan penyari air segera dihangatkan pada suhu kurang lebih 90˚C ,
enapkan, serkai. Uapkan ekstrak yang sudah diserkai pada tekanan rendah, pada
suhu tidak lebih dari 50˚C hingga bobotnya sama dengan bobot simplisia yang
digunakan.
Untuk ekstrak kering dan kental, perkolat disuling
atau diuapka dengan tekanan rendah, pada suhu tidak lebih dari 50˚C hingga
konsistensi yang dikehendaki.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya.
Contoh-contoh ekstrak
1.
Ekstrak
belladonae
2.
Ekstrak hiosiami
3.
Ekstrak akar
manis
4.
Ekstrak timi
5.
Ekstrak striknin
6.
Ekstrak pule
pandak
7.
Ekstrak kalembak
8.
Ekstrak
stramonium
9.
Ekstrak
frangulae
10. Ekstrak jadam
11. Ekstrak kecamba
12. Ekstrak hati
13. Ekstrak kina
14. Ekstrak kola
15. Ekstrak opium
3. Infus (Infosa)
Menurut FI ed.
IV , infosa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrasi simplisia
nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit.
Cara pembuatan :
Campur simplisia
yang memiliki derajat halus sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan
di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu 900C sambil
sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air
panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.
·
Infus daun sena dan
infus yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin.
·
Infus daun sena, infus
asam jawa, dan impuls simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh
diperas. Sebelum dibuat infus, asam jawa dibuang bijinya dan diremas dengan air
hingga memperoleh massa seperti bubur, sedangkan buah adas manis dan buah adas
harus dipecah terlebih dahulu.
·
Pada pembuatan infus
kulit kina ditambahkan larutan asam sitrat P 10% dari bobot bahan berkhasiat ;
pada pembuatan infus simplisia yang mengandung glikosida antrakuinon,
ditambahkan larutan Na2CO3 P 10% dari bobot simplisia.
·
Kecuali dinyatakan
lain, dan kecuali untuk simplisia yang tertera dibawah ini,infus yang
mengandung bahan tidak berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10%
simplisia untuk pembuatan 100 bagian infus berikut, digunakan sejumlah yang
tertera apada tabel berikut.
Bahan - bahan
|
Jumlah
|
Kulit kina
|
6 bagian
|
Daun digitalis
|
0,5 bagian
|
Akar ipeka
|
0,5 bagian
|
Daun kumis
kucing
|
0,5 bagian
|
Sacale
comuntum
|
3 bagian
|
Daun sena
|
4 bagian
|
Temulawak
|
4 bagian
|
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam membuat sediaan infus
1.
Jumlah
simplisia
Kecuali dinyatakan lain, infus yang
mengandung bahan tidak berkhasiat keras dibuat dengan 10% simplisia. Kecuali
untuk simplisia seperti yang tertera pada tabel
berikut untuk pembuatan 100 bagian infus, digunakan sejumlah simplisia
seperti pada tabel
Serbuk
|
Bahan – bahan
|
serbuk (5/8)
|
akar manis,
daun kumis kucing, daun sirih, daun sena, dringo, dengan kelembak
|
Serbuk (8/10)
|
Dringo,
klembak
|
Serbuk (10/22)
|
Laos, akar
valerian, temulawak, jahe.
|
Serbuk (22/60)
|
Kulit kina,
akar ipeka, sacale comutum
|
Serbuk (85/120)
|
Daun gitalis
|
2.
Derajat
halus simplisia
Yang digunakan untuk infus harus
mempunyai derajat halus
3.
Banyaknya
air ekstrak
Umumnya untuk membuat sediaan
infus, diperlukan penambahan air sebanyak dua kali bobot simplisia. Air ekstrak
ini diperlukan karena simplisia yang digunakan pada umumnya pada keadaan
kering.
4.
Cara
menyerkai
Pada umumnya diserkai selagi panas,
kecuali infus simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin.
Infus daun sena, infus asam jawa, dan infus simplisia lain yang mengandung
lendir tidak boleh diperas.
·
Decosta
condurango diserkai dingin karena zat berkhasiatnya yang
larut dalam keadaan panas akan mengendap dalam keadaan dingin.
·
infus daun sena harus
diserkai setelah dngin, karena infus daun sena mengandung zat penyebab sakit
perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam air dingin.
·
Untuk asam jawa,
sebelum dibuat infus, dibuang bijinya dan diremas dengan air hingga massa
seperti bubur.
·
Sedangkan buah adas
manis, dan buah adas harus dipecahkan dahulu, jika sediaan tidak disebutkan
derajat kehalusannya maka hendaknya diambil derajat kehalusan suatu bahan dasar yang
kekentalannya sama atau sediaan galenik dengan bahan yang sama.
5.
Penambahan
bahan-bahan lain
Penambahan bahan-bahan lain
dimaksudkan untuk menambah kelarutan, untuk menambah kestabilan, dan untuk
menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain. Pada pembuatan infus kulit
kina, ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot bahan berkhasiat dan pada pembuatan infus simplisia yang mengan
glikosida antara koinon, ditambahkan natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.
|
4. Air
aromatik (aqua aromatik)
Menurut FI IV ,kecuali dinyatakan lain,
air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air dari minyak mudah
menguap atau senyawa aromatik atau bahan mudah menguap lain.
Bau dan rasanya mirip dengan obat atau
senyawa mudah menguap yang di tambahkan , dan bebas dari bau empirematik dan
bau asing lainnya
Air aromatik dapat di buat secara
destilasi atau di buat dari larutan senyawa aromatik , dengan atau tanpa
menggunakan bahan pendispersi. Air aromatik perlu disimpan terlindung dari
cahaya dan panas berlebih.
Menurut literatur lain, air aromatik
adalah larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat beraroma dalam air . diantara
air aromatik ,ada yang mempunyai daya terapi yang lemah ,tetapi terutama yang
digunakan untuk memberi aroma pada obat-obat atau sebagai pengawet. Air
aromatik harus memiliki bau dan rasa yang menyerupai bahan asal, bebas bau
empirematik atau bau lainnya, tidak berwarna ,dan tidak berlendir.
Cara pembuatan
·
Larutkan minyak atsiri
sejumlah yang tertera dalam masing-masing monografi dalam 60 ml etanol 95%.
·
Tambahkan air sedikit
demi sedikit ad volum 100 ml sambil dikocok kuat-kuat.
·
Tambahkan 500 mg talk,
kocok ,diamkan,saring.
·
Encerkan 1 bagian
filtrat dengan 39 bagian air.
Etanol disini berguna untuk
menambah kelarutan minyak atsiri dalam air. Talk berguna untuk membantu
pendistribusian minyak dalam air dan menyempurnakan pengendapan kotoran
sehingga aqua aromatik yang dihasilkan jernih.
Selain cara
melarutkan seperti yang tertera dalam FI II,buku lain juga mencantumkan aqua
aromatik sebagai hasil samping dari pembuatan olea volatilia secara penyulingan
sesudah diambil minyak atsirinya. Aqua aromatik yang diperoleh sebagai hasil
samping pembuatan minyak atsiri dengan cara distilasi dapat dicegah
pembusukannya, dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup rapat yang tidak
terisi penuh diatas penangas air.
Pemerian : cairan jernih atau
agak keruh, bau dan rasa minyak atsiri asal
Syarat untuk resep : jika air aromatik keruh, kocok
kuat-kuat sebelum digunakan
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, dan tempat yang sejuk
Khasiat : zat tambahan
Air aromatik yang tertera dalam FI
II ada 3 yakni,
1. Aqua
foeniculi, adalah larutan jenuh minyak adas dalam air.
Aqua foeniculi dibuat
dengan melarutkan 4 gr oleum foeniculi dalam 60 ml larutan etanol 90% tambahkan
500 mg talk, kocok, diamkan, saring. Encerkan 1 bagian filtrat dalam 39 bagian air.
Pemerian
dan penyimpananya : sama seperti
aqua aromatik.
Syarat untuk resep : seperti aqua aromatik, sebelum digunakan
harus disaring terlebih dahulu.
2. Aqua
Menthae Piperitae (air permen)
Adalah larutan jenuh
minyak permen dalam air. Cara pembuatan : lakukan pembuatan menurut cara yang
tertera pada aqua aromatika dengan menggunakan 2 gr minyak permen.
Pemerian
, penyimpanan, dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatik.
3. Aqua
Rosae (air mawar)
Adalah larutan jenuh
minyak mawar.
Cara pembuatan :
·
Larutkan 1 gr minyak
mawar dalam 20 ml etanol, saring
·
Pada filtrat tambahkan
air secukupnya hingga 5000 ml, kemudian saring
Pemerian
, penyimpanan, dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatik.
Khususnya untuk aqua
foeniculi jangan disimpan di tempat sejuk karena etanol akan menghablur. Oleh
karena itu, aqua foeniculi harus disimpan pada suhu kamar jika keruh, kocok
dahulu sebelum digunakan. Aqua foeniculi jika menghablur maka harus dipanaskan
pada suhu 250C dan kemudian dikocok kuat-kuat dan sebelum digunakan
harus disaring.
6. Minyak
lemak ( olea pinguia)
Adalah campura senyawa
asam lemak bersuu tinggi atau berbobot molekul (BM) tinggi berantai karbon
panjang atau “long chain triglycerides” (C16
dan C22) dengan glserin atau gleserida asam lemak bersuku tinggi
Cara-cara
mendapatkan miyak lemak
·
Diperas pada suhu
biasa, misalnya oleum arachidis, oleum olivae, oleum richini
·
Diperas pada suhu
panas, misalnya oleum cacao, oleum cocos
Syarat-syarat untuk
minyak lemak antara lain
·
Harus jernih; minyak
lemak yang cair harus jernih, begitupun yang padat dihangatkan atau diatas suhu
leburnya tidak boleh berbau tengik.
·
Kecuali dinyatakan
lain, harus larut dalam segala perbandingan kloroform, eter, dan eter minyak
tanah.
·
Harus memenuhi syarat
minyak mineral, kinyak hasra, dan minyak-minyak asing lainnya, senyawa belerang
dan logam berat.
Cara identifikasi
minyak lemak
·
Pada kertas
meninggalkan noda lemak
Penggunaan minyak lemak
:
·
Sebagai zat tambahan
·
Sebagai pelarut,
misalnya sebagai pelarut obat suntik, lotio, dan lain-lain.
·
Sebagai anti racun,
untuk racun yang tidak larut dalam lemak atau racunnya dibalut lemak, lalu
segera diberi pencahar atau emitikum tetapi jika racun yang larut dalam lemak
maka dalam bentuk terlarut absorpsi dipercepat.
·
Sebagai obat misalnya
oleum richini dapat dipakai sebagai pencahar.
Penggolongan minyak
lemak
·
Minyak-minyak lemak
yang dapat mengering,misalnya oleum lini, oeum ricini.
·
Minyak-minyak yang
tidak dapat mengering, misalnya oleum arachidis, oleum olavarum,oleum
amigdalarum,oleum sesami.
Penyimpanan minyak
lemak
Kecuali dinyatakan
lain, harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, dan terlindung
dari cahaya.
Contoh-contoh minyak
lemak
·
Minyak kacang
·
Minyak coklat
·
Minyak kelapa
·
Minyak ikan
·
Minyak lini
·
Minyak zaitun
·
Miyak jarak
·
Minyak wijen
·
Minyak kelapa murni
·
Minyak tengkawang
·
Minyak kaulmogra atau
minyak hidnokarpi
·
Minyak jagung
·
Minyak pala
7. Minyak atsiri ( Olea
volatilia)
Minyak
atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak terbang. Olea volatilia adalah
campuran bahan –bahan berbau keras yang menguap ,yang di peroleh baik dengan
cara penyulingan atau perasan simpliasia segar maupun secara sintetis.
Minyak
atsiri diperoleh dari tumbuh-tumbuhan.contoh : daun,bunga,kulit buah,buah,atau
terbuat secara sintetis.
Sifat-
sifat minyak atsiri
·
Mudah menguap
·
Rasa yang tajam
·
Wangi yang khas
·
Tidak larut dalam air,
larut dalam pelarut organik
·
Minyak atsiri yang
segar tidak berwarna,sedikit kuning mudah. Warna coklat,hijau,ataupun
biru,disebabkan adanya zat-zat asin dalam minyak atsiri tersebut.
Pemerian
Cairan
jernih dan bau seperti bau bagian tanaman asal.
Penyimpanan
Dalam
wadah tertutup rapat, terisi penuh , terlindung dari cahaya dan di simpan di
tempat sejuk.
Identifikasi
·
Teteskan 1 tetes minyak
di atas air,permukaan air tidak keruh.
·
Pada sepotong kertas
teteskan 1 tetes minyak yang di peroleh dengan cara penyulingan uap,tidak
terjadi noda transparan.
·
Kocak sejumlah minyaka
dengan larutan NaCl jenuh dalam volum
sama biarkan memisah,volume air tidak boleh bertambah.
Cara cara memperoleh
minyak atsiri
1. Cara
pemerasan , yaitu cara yang termudah dan masih dikatakan primitif. Cara ini
hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi.dan untuk minyak
atsiri yang tidak tahan pemanasan.contoh minyak jeruk.
2. Cara
penyulingan
a.cara langsung atau
menggunakan api langsung
bahan yang akan diolah
dimasukan kedalam sebuah bejana di atas pelat yang berlubang dan bejana berisi
air.
b.cara tidak langsung (destilasi
uap)
bahan yang akan di olah di masukan dalam
sebuah bajana dan ditambah dengan air.
3. Cara
enfleurage
Biasanya untuk minyak
atsiri yang berasal dari daun bunga yang di gunahkan untuk kosmetik.
Syarat-syarat
minyak atsiri
·
Harus jernih,tidak berwarna,setelah
pemanasan .
·
Mudah larut dalam
kloroform atau eter.
·
Harus kering,karna air
akan mempercepat reaksi oksidasi sehingga minyak akan bewarna.
·
Bau dan rasa seperti
simplisia.
Contoh-contoh
minyak atsiri
ü Oleum
foeniculi (minyak adas)
ü Oleum
anisi (minyak adas manis)
ü Oleum
caryophylli (minyak cengkeh)
ü Oleum
citri (minyak jeruk)
ü Oleum
aurantii(minyak jeruk manis)
ü Oleum
eucalypti (minyak kayu putih)
ü Oleum
menthae piperitae(minyak permen)
ü Oleum
cinnamommi(minyak kayu manis)
ü Oleum
citronellae(minyak sereh)
ü Oleum
rosae(minyak mawar)
8. Sirop (sirupi)
Sirup
atau Sirupi adalah larutan pekat gula atau gula lain yang cocok yang didalamnya ditambahkan obat atau zat
wewangi, merupakan larutan jernih berasa manis. Kecuali dinyatakan lain, kadar
sakarosa, C12H22011 , tidak kurang dari 64%
dan tidak lebih dari 66%.
Cairan sirop
adalah cairan yang digunakan untuk melarutkan gula, dapat berupa sari buah
buatan, extrak cair atau infus.
Sirop umumnya
dibuat dengan jalan mlarutkan gula dalam cairan sirop panas, jika perlu
didihkan, kemudian ditambahkan air mendidih q.s hingga bobot yang dikehendaki.
( Formularium Nasional Edisi II 1978 hlm. 331)
Cara pembuatan sirop (ilmu resep, Drs. H.A.Syamsuni ,Apt. hlm. 283)
1. Buat
cairan untuk sirop, panaskan
2. Tambahkan
gula, jika perlu didihkan hingga larut.
3. Tambahkan
air mendidih q.s. hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang
terjadi, serkai.
Cairan untuk sirop ,
kedalam tempat gulanya akan dilarutkan dapat dibuat dari
·
Aqua destilata : untuk sirupus simplex
·
Hasil-hasil penarikan
dari bahan dasar :
1. Maserat,
contoh : sirupus rhei
2. Perkolat,
contoh : sirupus cinnamomi
3. Colatura,
contoh : sirupus senae
4. Sari
buah,contoh : rubi idaei
·
Larutan
campuran atau campuran larutan bahan obat ,misalnya : methydilazina
hydrochloridi sirupus, sirop-sirop dengan nama paten misalnya yang mengandung
campuran vitamin.
1.
Pada
pembuatan sirop dari simplisia yang mengandung glikosida antrakuinon
ditambahkan Na2CO3 sejumlah
10% bobot simplisia.
2.
Kecuali
dinyatakan lain, pada pembuatan sirop simplisia untuk persediaan ditambahkan
metil paraben 0,25% b/v atau pengawet lain yang cocok.
3.
Kadar gula dalam sirop pada suhu kamar maksimum 66%
sakarosa, jika lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi jika lebih
rendah dari 62% sirop akan membusuk.
4.
BJ
sirop kira-kira 1,3
5.
Pada
penyimpanan dapat terjadi inversi sakarosa (pecah menjadi glukosa dan
fruktosa), dan jika sirop bereaksi asam, inversi dapat terjadi lebih cepat.
6.
Pemanasan sebaiknya dihindari
Contoh
– contoh sediaan sirop
·
Ferrosi Iodidi Sirupus
Cara pembuatan : 20 bagian ferrum
pulveratum dicampur dengan 60 bagian air, tambahkan 41 bagian iodine sedikit
demi sedikit sambil digerus. Setelah warna cokelat hilang, larutan disaring
dimasukan ke dalam larutan setengah bagian asam sitrat dan 600 bagian sakarosa
dalam 200 bagian air panas.
Untuk mencegah terjadi oksidasi
dari ferro iodida, ujung corong masuk ke dalam larutan sakarosa. Sisa serbuk
besi pada kertas saring dicuci dengan air sampai diperoleh 1000 bagian sirop.
Manfaat asam sitrat adalah untuk
mempercepat inversi sakarosa menjadi glukosa dan fruktosa yang merupakan
reduktor kuat yang berguna untuk mencegah oksidasi ferro iodide selalu dibuat
baru.
·
Sirupus simplex (sirop
gula)
Cara pembuatan : larutkan 65 bagian
sakarosa dalam larutan metil paraben 0,25 % secukupnya hingga diperoleh 100
bagian sirop.
Sirupus simplex
Sirop gula
Komposisi. Tiap 100 ml mengandung :
Saccharum
album 65 mg
Methyl
parabenum 250 mg
Aqua
destillata hingga 100 ml
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna
Penyimpanan :
dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk
·
Aurantii sirupi (sirop
jeruk manis)
Cara pembuatan : campur 10 bagian
kulit buah jeruk manis yang telah dipotong kecil-kecil dengan 20 bagian larutan
metil paraben 0,25% biarkan dalam tempat tertutup selama 12 jam. Pindakan
kedalam percolator, perkolasi dengan larutan metil paraben 0,25% q.s. hingga
diperoleh 37 bagian perkolat. Tambahkan 63 bagian gula pada suhu kamar atau pada pemanasan
perlahan-lahan dalam tempat tertutup hingga diperoleh 100 bagian sirop.
Pemeriaan : cairan kental, jernih, warna cokelat, bau
khas aromatic.
·
Sirupus thymi = sirop
thyme
Cara pembuatan : campurlah 15 bagian herba thimi
dengan air secukupnya dan diamkan 12 jam dalam bejana tertutup. Masukan kedalam
perkulator dan sari dengan air, perkolat dipanaskan sampai 90ºC dan diserkai
hingga diperoleh 36 bagian hasil perkolat. Masukan dalam bejana tertutup dan
tambahkan 64 bagian gula, panaskan dengan
pemanasan lemah hingga diperoleh 100 bagian sirop.
Pemerian
: sirop warna cokelat, bau dan rasa
seperti thyme.
Sirop-sirop
yang tercantum dalam FI ed. III
1.
Chlorpheniramini
maleatis sirupus
2.
Cyproheptadini
hydrochloridi sirupus
3.
Dextrometrophani
hydrobromidi sirupus
4.
Piperazini
citratis sirupus
5.
Prometazini
hydrochloridi sirupus
6.
Methidilazini
hydrochloridi sirupus
Dalam
perdagangan ada ang dikenal dengan “dry
syrup” yaitu sirop berbentuk
kering ang jika akan dipakai ditambahkan sejumlah pelarut tertentu atau aqua
distillata, biasa berisi zat yang tidak
stabil dalam suasana berair.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Istilah
ganenika diambil dari seorang tabib Yunani bernama Claudius Galenos (Galen)
yang membuat sediaan obat berasal dari tumbuhan dan hewan sehingga muncullah
ilmu obat-obatan yang disebut ilmu galenika, jadi ilmu galenika adalah ilmu
yang mempelajari tentang pembuataan sediaan obat dengan cara sederhana dan
dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan). Sedangkan, sediaan galenika adalah Sediaan
galenik adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku dari hewan atau
tumbuh-tumbuhan yang disari. Zat-zat yang tersari terdapat dalam sel-sel bagian tumbuh-tumbuhan yang umumnya dalam keadaan kering.
Dalam
galenika dikenal istilah ekstraksi (penyarian) tujuan
utama ekstraksi adalah mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat
yang memiliki khasiat pengobatan (concentrate) dari zat-zat yang tidak berfaedah, agar lebih
mudah dipergunakan. Contoh
cairan-cairan penyari adalah air, etanol,glyceinum, eter, solvent hexane,
aseton, kloroform. Galenika dibagi/digolongkan menjadi beberapa yakni tingtur,
ekstrak, infuse, minyak lemak, minyak atsiri, sirop yang memiliki cirri khas
yang berbeda.
3.2 Saran
Dalam melakasanakan praktikum untuk membuat sediaan
galenika, atau pada proses pembuatan galenika ada beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan yakni sampel (bahan) misalnya bahan dari tumbuhan
(simplisia), proses pembuatan yakni lamanya waktu, pendinginan dan lain
sebagainya karena jika tidak diperhatikan maka sediaan yang diinginkan tidak
akan menghasilkan hasil/sediaan yang maksimal dan yang diinginkan.
Daftar Pustaka
Anief, Moh.
1997. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada
University Press : Yogyakarta
Anonim.
1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Anonim.
1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Syamsuni,
H.A. 2007. Ilmu Resep. Penerbit Buku
Kedokteran : Jakarta
Komentar
Posting Komentar